Cemilan Korea ini disebut dengan Chimaek (치맥. Chimaek adalah singkatan yang mengambil kata chi (치) dari 치킨 (chikin (ayam)) dan maek (맥) dari 맥주(maekju (bir)).
Baca Juga: Mengenal Mie Samyang, Ramen Korea Favorit Indonesia!
Di Korea, chimaek adalah makanan murah meriah favorit banyak orang. Sayangnya, mengelola warung ayam goreng (hof) di korea itu gampang-gampang susah. Ayam yang dimaksud bisa diolah dengan kedelai, digoreng dengan bumbu lada pedas, direndam dalam sup, atau di-deep fry minyak mendidih.
Chimaek adalah cemilan Korea yang sangat digemari oleh para pekerja kantoran, buruh kerah biru—selama dalam rentang usia yang legal mengkonsumsi bir tentunya. Bagi warga di bawah umur, bir biasanya digantikan dengan soda atau minuman ringan lainnya. Karena itulah Anda akan sering menemukan usulan untuk mengemil atau karakter yang sedang rebahan sambil menyantap ayam goreng dengan minuman dingin di drama korea atau serial Kdrama.
Ayam goreng yang digemari bersanding dengan bir Korea ini cukup berbeda dengan ayam goreng yang kita kenal. Ayam goreng ini lebih ringan dari ayam goreng versi Amerika serikat karena lebih tipis dan tak begitu rapuh.
Kegemaran ini tentunya membuat banyak orang berpikir bahwa membuka bisnis hof di Korea sangat mudah, namun tentu saja, hal ini meleset jauh. Karena tingginya persaingan, banyak bisnis kedai yang tutup tidak lama setelah buka.
Hof merupakan salah satu pilihan peluang bisnis yang umum menjadi pilihan terakhir orang-orang di Korea. Dari pengangguran hingga pekerja yang dipaksa pensiun dini seringkali beralih profesi menjadi pemilik kedai hof karena bisnis ini tidak membutuhkan skill yang terlalu rumit.
Meskipun demikian, bisnis hof juga membutuhkan strategi yang matang. Banyak orang Korea yang enggan keluar rumah jauh-jauh hanya untuk membeli cemilan. Dengan demikian, jika pemilik hof tidak bisa menyediakan jasa pengiriman, akan lebih baik jika memilih lokasi yang dekat dengan pemukiman atau kompleks perumahan.
Beberapa pemilik hof yang sukses juga menyiasati bisnisnya dengan berinovasi dengan produk. Ada yang menggunakan minyak premium dan kecap mewah untuk menjaga kesegaran daging, ada juga yang menyediakan menu rumahan yang disukai pelanggan.
Beberapa pemilik hof dengan posisi yang kurang strategis juga menyediakan pelayanan pelanggan (customer service) yang ramah dan kedai yang bersih sehingga tetap dapat mempertahankan pelanggannya.
Sebelum mengenal ayam goreng, hingga 1950, warga Korea hanya mengenal resep tradisional seperti samgyetang (sup ayam ginseng). Pada era pasca perang Korea tahun 1950-an, konsep ayam goreng diperkenalkan oleh tentara Amerika yang bertugas di Korea.
Saat itu para tentara berencana untuk mengadakan Thanksgiving. Acara ini adalah acara perayaan yang menggunakan kalkun panggang sebagai hidangan utamanya, namun karena Korea tidak puna kalkun saat itu, para tentara Amerika pun menggunakan ayam goreng sebagai gantinya. Ayam goreng tepung ini kemudian dibagikan kepada tentara korea dan semua orang Korea juga menyukai ayam tersebut.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, restoran ayam rotisserie bergaya Barat mulai populer di perkotaan. Ayam rotisserie dianggap sebagai snack mewah yang hanya dapat dibeli sebulan sekali oleh keluarga pekerja biasa. Baru memasuki tahu 1980-an ayam goreng Korea mulai naik ke pasar.
Pada awalnya, ayam goreng ini hanya berbumbu gochujang (bumbu fermentasi cabai), ayam goreng siap diantar ke daerah perumahan modern kala itu. Memasuki tahun 199-an, perekonomian Korea menurun dan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan. Para pengangguran pun menyiasati nasib mereka dengan membuka kedai cemilan ayam goreng.
Di era inilah muncul inovasi yangnyeom chicken. Sajian ini merupakan ayam goreng dengan saus merah manis dan pedas, berbeda dengan ayam goreng biasa yang hanya di goreng tepung saja. Tentunya dengan tradisi makan sambil minum alkohol atau bir, ayam goreng ini disebut sebagai anju.
Budaya anju membantu ayam goreng bertahan selama masa krisis ekonomi ini, dan dari anju ini budaya hidangan chicken maekju menjadi semakin populer.
Memasuki era 2000-an, budaya Korea semakin populer ke negara-negara lainnya. Salah satunya adalah Indonesia yang menikmati produk Korea seperti Kpop, serial drama, hingga konsumsi ala Negeri Ginseng tersebut.
Budaya Indonesia sendiri tidak asing dengan konsep ayam goreng dan nyaris semua kedai makan Indonesia juga menyediakan hidangan ini. Meski demikian, tetap ada bisnis Indonesia yang fokus pada produk konsumsi Korea, seperti Kopi Chuseyo.
Kopi Chuseyo adalah franchise kopi yang menyajikan kopi, teh, dan makanan ala Korea. Franchise ini telah berhasil menggandeng komunitas penggemar Kpop Indonesia dengan menjadi satu-satunya hub Kpop nasional.
Baca Juga: Pelajari Bisnis Franchise Ala Franchise Kopi Terlaris 2020!
Jika Anda sedang mencari bisnis franchise minuman kekinian ala korea Kopi Chuseyo dimana Anda akan mendapat bimbingan bisnis dari 0, silahkan hubungi Kopi Chuseyo sekarang atau kunjungi blog kami untuk mendapatkan wawasan seputar franchise kopi Korea dan lainnya!